bolsas femininas

Lencana Facebook


Sabtu, 28 April 2012

GOOD GOVERNANCE



GOOD GOVERNANCE

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Drs. H. Choirul Anwar, M.Ag









Disusun Oleh :
Emil Salim             073211029



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
GOOD GOVERNANCE

I.                    PENDAHULUAN
Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi politik . Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminology demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. [1]
Wacana good governance ini seringkali dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan pemerintah yang akuntabel, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kemunculan wacana ini tak lain adalah sebuah kritik terhadap pengelolaan pemerintahan orde baru yang sarat dengan KKN sehingga berakhir dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan.[2]
II.                 RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini kami akan membahas seputar pengertian, prinsip, dan unsure-unsur yang berkaitan dengan good governance dengan ururan pembahasan sebagai berikut :
A.     Pengertian good governance
B.     Prinsip-prinsip pokok good governance
C.     Hubungan antara good governance dengan kontrol sosial
D.     Gerakan anti Korupsi, Kolusi dan nepotisme
E.      Hubungan antara good governance dan kinerja birokrasi pelayanan publik
III.               PEMBAHASAN
A.     Pengertian Good Governance
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.[3]
B.     Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1.                  Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2.                  Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter sebagai berikut :
a.                   Supremasi hukum
b.                  Kepastian hukum
c.                   Hukum yang responsitif
d.                  Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e.                   Independensi peradilan
3.                  Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :
a.                   Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
b.                  Kekayaan pejabat publik
c.                   Pemberian penghargaan
d.                  Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.                   Kesehatan
f.                   Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.                   Keamanan dan ketertiban
h.                  Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.                  Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5.                  Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
6.                  Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7.                  Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas  dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.
8.                  Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan  tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.
9.                  Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]

C.     Hubungan Antara Good Governance dan Kontrol Sosial
Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat terhadap jalannya pengelolaan lembaga pemerintahan. Kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean goverment)  serta bebas dari KKN. Untuk itu, dapat dilakukan beberapa prioritas program, yakni :
1.                  Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2.                  Kemandirian Lembaga Peradilan
3.                  Profesionalitas dan Integritas Aparatur Pemerintah.
4.                  Penguatan partisipasi Masyarakat Madani
5.                  Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dalam kerangka Otonomi Daerah.[5]
Tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh 3 (tiga) komponen, yakni pemerintah (goverment), masyarakat madani (civil society), dan usahawan (businnes) yang berada di sektor swasta.  Ketiga komponen itu harus memiliki tata hubungan yang sesederajat, jika tidak maka akan terjadi pembiasan dari tata kepemerintahan yang baik tersebut.[6]
D.     Gerakan Anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
1.   Makna Korupsi
Korupsi adalah suatu permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunan nasional. Hasil survei persepsi publik mengenai Political and Ekonomic SurveyRisk Consultancy (PERC) sejak 1998-2005 menempatkan Indonesia pada posisi yang buruk dalam hal korupsi. PERC berpandangan bahwa maslah korupsi di Indonesia dapat terus memburuk tetapi itul;ah yang terjadi. Seluruh hukum nasional berantakan, sehingga pengadilan tidak mampu menawarkan perlindungan.
Sedangkan makna korupsi sendiri, banyak pakar yang telah mendeskripsikannya, dan dari definisi-definisi yang ada menjelaskan bahwa korupsi adalah memperoleh keuntunag beasr dengan mengorbankan orang lain. Menurut Kartini Kartono, korupsi adalah tingakah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk kepentingan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB) mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang merugikan masyarakat umumdan masyarakat luas demi kepentinagn pribadi atau kelompok tertentu.
2. Asal Muasal Korupsi di Negara Berkembang
Di negara berkembang khususnya Indonesia, korupsi menjadi fenomena kolosal setelah diberlakukannya politik tanam paksa oleh penjajah Belanda pada abad 18 yang menyebabkan kemelaratan yang sanagt akut dan meluas. Beberapa hal yang menjadi akar masalah terjadinya korupsi antara lain :
Pertama, kemiskinan. Kemiskinan telah menjadi sebuah mekanisme yang membuat korupsi menjadi sesuatu yang lumrah. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah mau melakukan apa saja demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk menjadikan keluarganya selamat. Adapun korupsi yang berlatar belakang kemiskinan dapat dikatakan berasal dari kebutuhan.
Kedua, kekuasaan. Kekuasaan sering membuat orang berlaku semena-mena, tidak mengindahkan peraturan, dan mengambil keuntungan dengan kekuasaan yang diraihnya. Kecenderungan semacam ini mendapat justifikasi dari Lord Action dengan ungkapan yang sangat terkenal “power tends to corrupt”.
Ketiga, budaya. Dari hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru besar Universitas Waseda Jepang mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga besar, yakni sebuah masyarakat yang mempunyai nilaibahwa kesuksesan seorang anggota keluarga haruslah dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar itu. Akibatnya, masyarakat Indonesia hanya berorientasi mengejar uang untukmemperkaya diri semata dan tidak pernah berpikir untuk jangka panjang.
Alasan keempat adalah ketidak tahuan, yang merupakan alasan yang paling mudah dicap sebagai mengada-ada.
Alasan kelima, rendahnya kualitas moral suatu masyarakat. Kualitas moral ini ditentukan oleh beberapa hal di antaranya kemiskinan, kualitas pendidikan, dan pengaruh media massa modern.
Alasan keenam, lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara. Banyak lembaga-lembaga birokrasi pemerintah yang tidak ditata sedemikian rupa untuk memberikan intensifitas yang memadai sehingga mendorong pegawai menjadi korup dan mekanisme interaksi di antara lembaga-lembaga yang menuntut adanya “suap”.
Alasan ketujuh, korupsi terjadi karena telah menjadi penyakit bersama yang dapat dengan cepat menular dari suatu kawasan ke kawasan yang lain.[7]
3.    Impak Korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari perilaku korupsi yaitu :
a.       Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pemerintah.
b.      Korupsi dapat mengurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta
c.       Korupsi merusak mental para aparat pemerintah
d.      Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas
e.       Korupsi dalam pemerintah menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan
4.   Strategi Pemberantasan Korupsi
Jeremy Pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan control kepada dua unsure paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi; kedua, keinginan korupsi. Ia mengatakan, korupsi terjadi jika peluang dan keinginan ada dalam waktu yang bersamaan. Karena itu dua hal itulah yang perlu dikontrol. Mekanisme penanggulangan korupsi dapat di uraikan sebagai berikut :
a.       Dari sis politik yaitu adanya political will dan political action dari pejabat Negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan perilaku dan tindak pidana korupsi.
b.      Penegakan hukum secara adil
c.       Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi
d.      Membangun mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktek good and clean governance.
e.       Memberikan pendidikan anti korupsi, baik formal maupun non formal
f.       Gerakan religiusitas[8]

E.   Good Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
1.   Hakikat Kinerja Birokrasi Publik
Salah satu tugas pokok terpenting pemerintah adalah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelayanan publik merupakan pemberian jasa oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat.
Menurut Agus Dwiyanto, ada 3 alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai mengembangkan dan penerapan good governance di Indonesia.
a.       Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana negara diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
b.      Pelayanan publik adalah ranah dimana aspek good governance dapat diartikulasikan secara mudah
c.       Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar.
Tujuan utama pembentukan organisasi publik / birokrasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentinag dan pelayanan publik. Kinerja birokrasi tersebut dinyatakan berhasil jika mampu mewujudkan tujuan yang dimaksud. Beberapa konsep yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur kinerja organisasi publik adalah responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas, kepuasan pelanggan, produktivitas kerja pegawai, financial return yang memadai, efektif serta efisien.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut :
a.       Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya.
b.      Indikator proses (process) yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan.
c.       Indikator keluaran (out put) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau non fisik.
d.      Indikator hasil (outcomes) yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.
e.       Indikator manfaat (benefit) yaitu sesuatu yang berkaitan dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan.
f.       Indikator dampak ( impacts) yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif ataupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah diterapkan[9]

2.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi antara lain :
a.       Managemen organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan demokrasi
b.      Budaya kerja dan organisasi pada birokrasi
c.       Kualitas sumber daya manusia yang dimilik birokrasi
d.      Kepemimpinan birokrasi yang efektif
e.       Koordinasi kerja pada birokrasi
Dari beberapa faktor di atas, faktor sumber daya manusia merupakan unsur terpenting dalam rangka perbaikan kerja birokrasi.

IV.              KESIMPULAN
Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-cita good governance, seluruh mekanisme pengelolaan negara harus dilakukan secara terbuka.
Dalam menciptakan tata kepemerintahan yang baik penyakit yang senantiasa merusak dan menggerogotinya ialah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, sangatlah diperlukan kontrol sosial yang terdiri dari tiga komponen, yaitu, pemerintah, masyarakat madani, dan pebisnis sektor swasta. Selain itu, dapat dilakukan beberapa prioritas program, yakni : Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan, kemandirian lembaga peradilan, profesionalitas, dan integritas aparatur pemerintah, dan penguatan partisipasi masyarakat madani.
V.                 PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, apabila ada kesalahan atau kekeliruan dalam penulisan makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya dan sudilah kiranya untuk memberikan kritik dan saran demi menyempurnakan penulisan makalah ini.


Daftar Pustaka

Thoha, Miftah, 2010. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada
Ubaidillah, A. dan Rozaq, Abdul, 2007. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah




[1]  Prof. DR. Miftah Thoha, MPA., Birokrasi & Politik di Indonesia, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2010), cet. VII, hlm. 61
[2]  A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE  UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm. 215
[3]  A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Op. Cit, hlm.  216-216
[4]  Ibid, hlm. 218-228
[5]  Ibid, hlm. 228-230
[6]  Prof. DR. Miftah Thoha, MPA, Op Cit. Hlm. 63
[7]  Abdul Rozaq dan A. Ubaedillah, Op Cit. Hlm. 234-235
[8]  Ibid, hlm. 239
[9] Ibid, hlm. 242-244

By emil salim with No comments

0 komentar:

Posting Komentar