bolsas femininas

Lencana Facebook


Sabtu, 28 April 2012

PENDIDIKAN ANAK


PENDIDIKAN ANAK
I.      PENDAHULUAN
Pendidikan anak adalah perkara sangat penting dalam islam. Di dalam Al-Qur’an kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits–hadits Rasulallah SAW, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perilaku maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.
Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besar tanggung jawab mereka dihadapan Allah Azza Wa Jalla terhadap pendidikan putra putri islam.[1]  
II.      PEMBAHASAN
A.    FITRAH MANUSIA
Langkah pertama dan utama yang harus diperhatikan dan dijaga sebaik-baiknya adalah anak. Karena sesungguhnya seorang anak secara fitrah diciptakan dalam keadaan siap untuk menerima kebaikan atau keburukan. Tidak ada lain hanyalah yang membuat cenderung pada salah satu diantara keduanya. Diceritakan dari Abi Hurairah.
عن هربرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من مولود إلايولدعلى الفطرة فابواه يهودانه و ينصرانه يمجسا نه كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هل تحسون فيها من جدعاء ثم يقول ابو هريرة رضي الله عنه ( فطرة الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم) * (اخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)[2]
Artinya: 
Dari Abu Hurairah RA menceritakan: Rasulallah SAW bersabda: ”Anak yang baru lahir adalah suci, bersih maka orang tuanya yang menjadikan yahudi, nasrani dan majusi sebagaimana binatang ternak melahirkan ternak dengan sempurna, tiada yang kamu dapati kekurangannya”, kemudian berkata Abu Hurairah: Maha suci Allah yang telah mensucikan atas mereka, tidak ada makhluk pengganti makhluk ciptaan Allah yang semuanya itu adalah agama yang lurus. (H.R. Bukhori).[3]
Fitrah menurut Ghazali dalam hal ini adalah suatu sifat dari dasar manusia yang dibekali sejak lahir dengan memiliki keistimewaan sebagai berikut:
1)      Beriman kepada Allah SWT
2)      Kemampuan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keturunan atau dasar kemampuan untuk menerima pengajaran dan pendidikan.
3)      Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang merupakan daya untuk berfikir.
4)      Dorongan biologis yang berupa syahwat dan ghodob atau insting.
5)      Kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat dikembangkan dan disempurnakan.[4]
Sebagai pedoman berbagai upaya agar anak-anak menjadi baik dan berguna kelak dikemudian hari, perlu diperhatikan dengan seksama tentang peribadi anak dan perkembangan jasmani rohani serta akan pemikirannya sebagai berikut:
1)      Berusaha mengenalkan mereka dengan Tuhan.
2)      Berusaha menumbuhkan daya nalar anak.
3)      Mengenalkan anak dan memberinya dengan kebudayaan dan pemikiran islam.
4)      Membentuk dan mengusahakan mereka menjadi generasi yang sempurna lahir dan batin yang bernaung dibawah panji-panji islam.
5)      Berusaha terus menanamkan nafas taqwa kedalam jiwa anak.[5]



B.     HAL YANG DILAKUKAN PASCA KELAHIRAN ANAK.
Diantara hukum yang disyariatkan islam untuk anak yang dilahirkan adalah anjuran untuk mencukur rambut kepala pada hari ketujuh dari kelahirannya.
عن سمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الغلام مرتهن بعقيقته يدبح عنه يوم السابع ويسمى ويحلق راسه * (اخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)[6]
Artinya:
Dari Samrah RA. Menceritakan Rasulallah SAW bersabda: “anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (Binatang) pada hari ke tujuh, diberi nama dan dicukur kepalanya”.
Dari hadits diatas hal-hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut:
1.      Aqiqah, mencukur rambut dan memberi nama
Rasulullah SAW bersabda:
Dari salman bin amir adh-dhabi berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: pada anak laki-laki ada aqiqah, maka siramlah darah dari padanya dan hindarkanlah penyakit dari padanya. (H.R. Ahmad)
Keterangan: kata “siramlah darah dari padanya” maksudnya ialah menyembelih binatang /kambing, sedangkan “hilangkanlah penyakit dari padanya” berarti mencukur rambut kepalanya, kemudian diberi nama. Aqiqah itu hukumnya sunah.
Bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing sedangkan anak perempuan satu ekor kambing. Ada pula waktunya ialah pada hari ketujuh dari lahirnya dan boleh hingga sebelum dewasa.
Pemberian nama itu walaupun tidak berfungsi menunjukan hakekat yang diberi nama, namun juga mempunyai tujuan yang dapat berupa pengharapan baik, tafaulan, agar yang diberi nama tersebut sebaik maksud nama itu atau juga berupa peringatan atas suatu kejadian agar selalu terkenang kepada kejadian yang diperingti.[7]
2.      Mengajar dan mendidik
Orang tua mempunyai tanggung jawab agar anak-anak dan keluarganya terbebas dari api neraka. Oleh karena itu orang tua harus memberikan pendidikan dan pengajaran di dunia sebagai medianya, penerapan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak haruslah disesuaikan dengan proses pertumbuhan jiwa seseorang dalam mencapai pendidikan.  
3.      Mengawinkan
Bila anak tersebut telah dewasa maka orang tua juga hendaknya mengawinkannya. Mengawinkan jangan diartikan sempit, hanya sekedar mencarikan jodoh, akan tetapi memperhatikan unsur-unsur yang akan membawa ketentraman dan kebahagian hidup mereka bersama.
Seperti dalam sabda Rasulullah SAW, disebutkan:
حق الولد على الوالد ثلاثة اشياء . ان يحسن اسمه إذا ولد  ويعلمه الكتاب إذا عقل ويزوجه إذا ادرك.
Artinya:
Hak-hak anak terhadap orang tua ada tiga macam: 1. Dibaguskan namanya bila telah dilahirkan 2. Diajarkan membaca bila telah dapat menggunakan akalnya dan 3. Dikawinkannya bila telah dewasa.    


C.    AWAL PENDIDIKAN PADA ANAK
Anak adalah buah hati yang wajib dirawat dengan baik maka pendidikan anak haruslah diperhatikan dengan baik oleh orang tua karena awal pendidikan mereka adalah tanggung jawab orang tua, dimana orang tua adalah pendidik yang pertama dan yang pertama.[8]
Untuk memulai pendidikan pada anak tidak ditentukan sebagian orang tua mengirimkan anaknya untuk belajar setelah umur sepuluh tahun, bahkan kadang-kadang unur enam atau tujuh tahun.[9] Padahal menuntut ilmu adalah kewajiban orang mu’min baik itu laki-laki maupun perempuan, dan pendidikan bagi seorang mu’min itu dari buaian ibu (Lahir) sampai dimasukkan ke liang lahat (Meninggal).
Dalam memperlakukan anak dalam pendidikan telah diterangkan Rasulallah dalam hadits sebagai berikut:
عن عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مروا اولادكم بالصلاة وهم ايناء شبع واضر بوهم عليها وهم ابناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع *(اخرجه ابوداود في كتاب الصلاة)[10]
Artinya:
Dari Amr Bin Su’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulallah SAW bersabda: “suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, dalam usia tujuh tahun dan pukullah mereka (bila tidak mau shalat) pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur”.[11]
Dalam Islam, usia minimal baligh adalah 9 tahun. Setelah mencapai usia ini, maka seorang anak telah dinilai dewasa dan mandiri di hadapan Allah swt. Seluruh tingkah laku dan amal perbuatannya menjadi tanggung jawabanya sendiri. Dia mulai menorehkan pahala untuk kebaikan yang dilakukannya, dan dosa untuk maksiat yang diperbuatnya. Namun berkenaan dengan perintah shalat, hadits di atas menyebut angka 7 tahun sebagai permulaan pembelajaran shalat. Dengan kata lain, shalat wajib diajarkan kepada anak-anak kecil yang belum baligh, minimal ketika mereka sudah menginjak 7 tahun. Kewajiban mengajarkan shalat kepada anak yang belum wajib melakukannya menunjukkan betapa pentingnya shalat dalam kehidupan seorang muslim. Shalat wajib diajarkan meskipun belum wajib dikerjakan.
Lalu bagaimana shalat seharusnya diajarkan? Merujuk pada hadits shalat di atas, maka pembelajaran shalat dapat diurutkan  ke dalam tiga fase, yaitu:
1.      Fase 0 - 7 tahun.
Fase ini merupakan fase yang sangat menentukan dalam pembelajaran shalat. Target pembelajaran pada fase ini adalah mengenalkan shalat kepada anak, dan mengenalkan kepada siapa shalat dilakukan. Sebagai fase pengenalan, pembentukan motivasi adalah porsi terbesar yang harus diberikan kepada anak. Pada tahap inilah motivasi-motivasi spiritual kepada anak ditanamkan. Selain mengenal shalat, dengan motivasi spiritual anak juga akan mengenal Allah swt yang kepada-Nya shalat dilakukan. Pada tahap ini anak belum diberi hukuman bila tidak shalat, sebab kalau pun tidak shalat anak belum dinilai berdosa atau membangkang terhadap Allah swt.
2.      Fase 7 - 10 tahun dan Fase 10 tahun – dewasa.

D.    ASPEK PENDIDIKAN
Dalam  Al-Quran telah mampu merealisasikan pendidikan pada tujuan pendidikan pada anak, cara terbaik untuk merealisasikan tujuan tertinggi pendidikan islam dan dampak edukatif seluruh asas pendidikan ini.[12]
Perlu diperhatikan oleh orang tua bahwasannya jangan cepat-cepat menyangka matang atau mengira normal, apabila anaknya tiba-tiba cenderung diam dan tidak mau aktif bermain (melakukan aktifitas). Diam itu merupakan pertanda bahwa hati anak menjadi beku dan badannya melemah. Sebaliknya orang tua jangan merintangi kebebasan anak dalam bermain, lari-larian, lompat-lompatan, dan jangan terlalu khawatir  karena anak bermain dengan mainan yang sulit dan sedikit berbahaya. Sehubungan dengan hal ini Rasulallah SAW mengatakan dalam salah satu haditsnya:
عن ابي رافع قال قلت يا رسول الله اللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق الولد على الوالدان يعلمه الكتابة والسباحة والرمي (الرماية) وان يورثه (وان لا يرزقه إلا) طيبا (هذا حديث ضعيف, من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحيى بن معين والخاري وغير هما باب ارتاط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل)[13]
Artinya:
Dari Adi Rafi’ aku bertanya kepada Rasulallah, ya Rasulallah apakah seorang anak memiliki hak dari orang tuanya sebagaimana orang tua memiliki hak dari anaknya? Rasulallah menjawab : Ya hak anak atas orang tuanya adalah diajarkannya menulis, berenang dan memanah dan tidak diberikan makan kecuali yang baik.[14]

III.      KESIMPULAN
Setiap anakitu dilahirkan dalam keadaan suci yaitu siap menerima kebaikan dan keburukan. Jadi dalam hal ini orang tua ber tanggung jawab yang menjadikan anak itu baik atau buruk. Islam memberikan perhatian kepada anak dengan menganjurkan untuk melaksanakan aqiqah, mencukur dan member nama yang baik untuk sang anak.
Islam juga menekankan betapa pentingnya mendidik anak itu karena dalam mendidik anak harus meliputi beberapa aspek pendidikan yang tentunya sangat berguna bagi sang anak dalam menjalani kehidupan dengan manusia juga dengan Allah SWT. Pendidikan yang paling penting dalam islam dan harus dikerjakan adalah shalat, karena dalam pendidikan shalat disitu anak akan dibimbing untuk mengenal siapa dirinya dan siapa tuhannya, sehingga tujuan pendidikan anak pun sudah jelas yaitu menjadikan anak yang shalih dan shalihah.   

IV.      PENUTUP
Demikianlah makalah dari kami, sebagai rasa tanggung jawab kami atas tugas yang telah diberikan kepada kami. Semoga dengan penjelasan tentang hadits-hadits pendidikan anak di atas dapat menambah pengetahuan kami peribadi dan umumnya bagi para pembaca sekalian.
Dalam penulisan makalah ini kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif masih kamiharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Pemakalah mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan baik dari segi penulisannya maupun yang lain, semoga pemakalah yang lain bias lebih baik.


























DAFTAR PUSTAKA
Abdul wahab bin abdul latif, Sunan At-Turmudzi juz 3, (Semarang, Toha Putra)
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,1992)
Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah al-Baz, Juz 10, 1414, 1994)
Dr. Abdurrazak Husain, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta, Fikayati Aneka.
Dr. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan. (Jakarta, Aksara Baru, 1982)
Drs. Zainuddin, dkk. Seluk Beluk pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
Faturrahman, Haditsun Nabawi, (kudus:menara,1966)
Hayanuddin hamidin,dkk, Terjemahan Hadits Bukhori jilid II, Jakarta, Widya, tahun 1956,
lamam zaienuddin ahmad bin Abdul Latif Az Zubaidi, Muhtasar shahih bukhori, (Bairut,Darul Kutub Al-Ilmiah),
M.Athial Al Abrasi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet 7, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979),
Muhammad Muhyidin, Abdul Hamid, Sunan Abi Daud, (Indonesia:Dahlan)
Prof. Dr. H. M. D, Dahlan, Dr.H.M.I, Soelaiman, Perinsip-Perinsip Dan Metode Pendidikan Islam,(Bandung, Dipenogoro, 1989)
Ustadz Bey arifin, terjemah Sunan Abi Daud, Jilid I, (semarang : Assyifa, 1992)
http:// anakmusli.wordpress.com



[1] http:// anakmusli.wordpress.com
[2] lamam zaienuddin ahmad bin Abdul Latif Az Zubaidi, Muhtasar shahih bukhori, (Bairut,Darul Kutub Al-Ilmiah),hlm.254
[3] Hayanuddin hamidin,dkk, Terjemahan Hadits Bukhori jilid II, Jakarta, Widya, tahun 1956, hlm. 102-103
[4] Drs. Zainuddin, dkk. Seluk Beluk pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 66
[5] Dr. Abdurrazak Husain, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta, Fikayati Aneka, hlm. 75.
[6] Abdul wahab bin abdul latif, Sunan At-Turmudzi juz 3, (Semarang, Toha Putra), hlm.38
[7] Faturrahman, Haditsun Nabawi, (kudus:menara,1966), hlm.153
[8] Dr. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan. (Jakarta, Aksara Baru, 1982), hlm.90
[9] M.Athial Al Abrasi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet 7, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979), hlm.183
[10] Muhammad Muhyidin, Abdul Hamid, Sunan Abi Daud, (Indonesia:Dahlan), hlm.119
[11] Ustadz Bey arifin, terjemah Sunan Abi Daud, Jilid I, (semarang : Assyifa, 1992), hlm.326
[12] Prof. Dr. H. M. D, Dahlan, Dr.H.M.I, Soelaiman, Perinsip-Perinsip Dan Metode Pendidikan Islam,(Bandung, Dipenogoro, 1989), hlm. 55
[13] Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah al-Baz, Juz 10, 1414, 1994), hlm 15.
[14] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,1992), hlm. 252.

By emil salim with No comments

0 komentar:

Posting Komentar