bolsas femininas

Lencana Facebook


Sabtu, 28 April 2012

PERKEMBANGAN ISLAM DAN BUDAYA JAWA DIBIDANG POLITIK



PERKEMBANGAN ISLAM DAN BUDAYA JAWA
DIBIDANG POLITIK
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Islam dan kebudayaan jawa
Dosen Pengampu:  ANASOM
 






Disusun oleh:
EMIL SALIM : 073211029

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010

PERKEMBANGAN ISLAM DAN BUDAYA JAWA
DALAM BIDANG PENDIDIKAN

                   I.      PENDAHULUAN
         Salah satu hasil proses Islamisasi di Jawa yang cukup penting adalah lahirnya unsur tradisi keagamaan santri dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat Jawa. Tradisi keagamaan santri ini bersama dengan unsur pesantren dan kyai ini telah menjadi inti terbentuknya tradisi besar (Great Tradition) Islam di Jawa, yang pada hakekatnya merupakan hasil akulturasi antara tradisi Islam dan tradisi pra-Islam di Jawa. Selain itu, islamisasi di Jawa juga telah melahirkan sebuah tradisi besar Kraton Islam-Jawa, yang menjadikan keduanya, yaitu tradisi santri dan tradisi kraton sebagai bagian (subkultur) yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Jawa.
         HJ. Benda menyebutkan bahwa proses islamisasi di Jawa telah melahirkan peradaban santri (santri civilization), yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama, masyarakat, dan politik khususnya dalam pendidikan. Sementara Clifford Geertz memandang memandang kehadiran Islam di Jawa telah menyebabkan terbentuknya varian sosio-kultural masyarakat Islam di Jawa yang disebut santri, yang berbeda dengan tradisi sosio-kultural lainnya, yaitu Abangan dan Priyayi.
         Tradisi sosio-kultural santri ditandai dengan wujud perilaku ketaatan para pendukungnya dalam menjalankan ibadah agama Islam yang sesuai dengan ajaran syari’at agama, sementara tradisi Abangan, ditandai dengan orientasi kehidupan sosio-kultural yang berakar pada tradisi mistisisme pra-Hindu, dan tradisi Priyayi lebih ditandai dengan orientasi kehidupan yang berakar pada tradisi  aristokrasi hindu jawa
         Selain interaksi sosial secara langsung sebagaimana telah disebutkan, sikap akomodatif bagi masyarakat muslim Jawa juga terbentuk karena model dan bentuk transmisi keilmuan yang dipilih di pesantren. Transmisi keilmuan Islam di antaranya dengan melakukan kajian terhadap Kitab Kuning yang ditulis oleh ulama Timur Tengah, Andalusia (Spanyol), dan ulama lain dari beberapa negara yang diakui oleh ulama pesantren yang disebut sebagai “kitab kuning” yang bisa dijadikan referensi karena telah teruji dapat memberikan alternatif pemecahan masalah yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah. Dari sisnilah pesantren sebagai perkembangan islam dalam bidang pendidikan.
                II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Masa Sultan Agung dan satu abad berikutnya
B.     Pendekatan pendidikan Walisongo
             III.      PEMBAHASAN
A.    Masa Sultan Agung dan satu abad berikutnya
Satu abad setelah masa Walisongo, abad 17, pengaruh Walisongo diperkuat oleh sultan agung yang memerintah Mataram dari tahun 1613-1645.Sultan Agung merupakan penguasa terbesar di Jawa setelah pemerintahan  Mojopahit dan Demak, yang juga terkenal sebagai sultan Ahbdul Rahman dan Kholifatullah Sayyidin Panotogomo ing tanah Jawi yang berarti Kholifatullah pemimpin dan penegak Agama  di tanah Jawa.
Sultan Agung adalah pemimpin Negara yang shalih dan menjadi salah satu rujukan utama bagi dunia Islam. Sultan Agung menjalin hubungan intim dengan kelompok ulama’. Bersama kelompok yang disebut terakhir, Sultan Agung melaksanakan Sholat jum’at dan diikuti dengan tradisi musyawarah dan mendengar fatwa- fatwa keagamaan mereka.
Kedekatan Sultan Agung dengan kaum Ulama’ telah menempatkan dirinya sebagai Pemimpin Negara yang disegani dan mengakar di Masyarakat. Tidak kurang dari 7000 mujahiddin mendukung perjuangan Sultan Agung sewaktu berhadapan dengan VOC. Mayoritas pejuang ini terdiri dari kaum santri yang telah memperoleh pendidikan “militant” dari para kiyai di pedesaan.
Karena kesuksesan sultan Agung sebagai masyarakat santri memandangnya sebagai ratu adil yang sesuai dengan faham kehadiran Imam Mahdi pada dasarnya.
Sultan Agung menawarkan tanah perdikan bagi kaum santri serta memberi iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme keagamaan hingga komunitas ini berhasil mengembangkan pendidikan mereka tidak kurang dari 300 pesantren.
Sejak Walisongo dan Sultan Agung, tidak ditemukan disparitas dalam kehidupan sosial antara Keraton dan Pesantren. Sebagai konsekwensi logis dari hubungan harmonis ini, pada abad 18 Jawa menyaksikan pujangga- pujangga handal yang bekerja untuk kerajaan Islam dengan latar belakang pendidikan pesantren.
Wali songo dalam pola pendekatan pendidikan pesantren didasarkan pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dengan memadukan antara aspek teori dengan praktek. Misalnya, Sunan Giri dengan permainan, Sunan Kudus dengan dongeng dan Sunan Kalijaga dengan wayang kulit.
Pada awal berdirinya, pengabdian pesantren terhadap masyarakat sesuai dengan zamannya, bentuknya sangat sederhana dan bisa dibilang sangat alami. Pengabdian tersebut diwujudkan misalnya dengan pelayanan keagamann kepada masyarakat, menyediakan wadah bagi sosialisasi anak-anak dan sebagai tempat tinggal para remaja yang datang dari berbagai daerah yang sangat jauh. Pada akhir 70-an pesantren mampu membuat masyarakat menyadari tentang arti tentang arti kehidupan yang sebenarnya dan mengetahui persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Pesantren mempunyai pengaruh cukup besar di kalangan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Pesantren menjadi alternative bagi masyarakat pedesaan karena biayanya relative murah. Pada awalnya pesantren dianggap sebagai cikal bakal pendidikan masyarakat pinggiran Karena biayanya yang relarif terjangkau sehingga pesantren menjadi tujuan utama pendidikan masyarakat pedesaan yang tidak mungkin bisa masuk sekolah sekuler milk belanda. Namun pada kenyataannya kehadiran pesantren sebagai institusi pendidikan mampu memberikan sumbangan pendting, seperti berkembangnya solidaritas yang cukup tinggi di kalangan para santri, toleransi dalam menjalankan tugas dan rasa menghormati bagi kepentingan umum.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren punya perana yang besar dalam memajukan pendidikan dan kecerdasan. Dalam sejarah pendidikan islam, pesantren menjadi garda depan dalam menyelenggarakan pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mempunyai prinsip pendidikan yang berbeda dengan lembaga pendidikan pada umunya, yaitu kebijaksanaan, bebas, mandiri,kebersamaan,ibadah.[1]
Sekali lagi Wali Songo dalam dimensi sosiorelegious agaknya semakin menguat satu abad berikutnya. Kemashuran Walisongo sebagai pemimpin agama berkesinambungan dalam bentuk menguatnya status Ulama’ dimata santri Jwa. Sejak Islam meluas menjadi agama Jawa, para ulama’ Jawa alias kyiai telah menikmati sosiorelegious yang sangat istimewa. Pendidikan Islam atau juga transmisi Islam yang di pelopori Walisongo merupakan perjuangan Briliant yang di Implementasikan dengan cara sederhana yaitu jalan dan upaya yang tidak mengusik tradisi dan kebudayaan local, serta mudah mudah di tangkap oleh masyarakat awam karena penekatan-pendekatan Walisongo yang tidak njlimet dan menyatu dengan kehidupan masyarakat. Usaha-usaha ini dalam  dunia modern sering di terjemahkan sebagai Model of Development of Within[2]
B.     Pendekatan pendidikan Walisongo
Ada beberapa jenis pendekatan pendidikan Walisongo, yaitu:
a.       Modeling
Jika dalam dunia Islam Rasulallah adalah pemimpin dan panutan sentral yang tidak perlu diragukan lagi, yang perlu ditegaskan disini adalah bahwa modelling mengikuti seorang tokoh pemimpin merupakan bagian penting dalam filsafat jawa. Walisongo menjadi kiblat asli para Santri tentu berkiblst pada guru besar dan pemimpin muslimin Nabi Muhammad SAW. [3]Misi utama mereka adalah menerangkan, memperjelas  dan memecahkan persoalan-persoalan masyarakat, serta memberi model bagi kehidupan social Masyarakat.
b.      Substantif Bukan Kulit Luar
Ajaran Al-Qur’an dan Hadis pada dasarnya berkisar pada hubugan tuhan dengan makhluk di bumi dan bagaimana agar mnakhluk tersebut dapat selamat lahir  batin dunia akhirat, dengan demikian tujuan Walisongo adalahuntuk menerangkan bagaimana menerapkan teori modalitas hubungan Allah dengan hambanya agar mudah di tangkap
c.       Penddidikan Islam yang tidak Deskriminatif
Pendidikan Islam Walisongo ditujukan pada masa dapat di lihat rekayasa mereka pada pembangunan pesantren. Pendidikan yang merakyat ini jjustru di jadikan kiblat dalam dunia pendidikan dunia pesantren dalam dewasa ini. Pendekatan pendidikan Walisongo dewasa ini telah terlembagakan dalam tradisi Pesantren seperti kesolehan sebagai cara hidup kaum santri, pemahaman dan pengarifan terhadap budaya local, semua ini adalah warisan dari budaya walisongo.
Meskipun demikian, pendidikan islam Walisongo juga di tujukan pada penguasa. Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan yang terakhir ini biasanya terungkap dalam istilah popular Sabdo Pandiko Ratu yang berarti yang menyatunya pemimpin agama dan pemimpin ratu.
d.      Pendidikan Agama yang Understandable and Applicable
Seperti yang telah di singgung di atas Pendidikaan Walisongo Mudah di tangkap dan di laksanakan hal ini selaras dengan ajaran Nabi Wa Khatabinnas ‘Ala Qodri ‘Uqulihim. Pola pendidikan ini terlihat dalam rumusan jawa Klasik “arep atatakena elmu sekadare den lampahaken ” Carilah ilmu yang dapat engkau praktekkan dan terapkan. Dalam ajaran Islam juga dapat ditemukan crita pewayangan seperti Syahadatain yang sering  di personifikasikan dalam tokoh puntadewa, tokoh tertua di antara Pandawa dalam kisah Mahabarata, Puntadewa yang memiliki pusaka Jamus Kalimasada (Kalimah Syahadat).[4]
e.       Pendekatan kasih sayang
Bagi Walisongo Mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini adalah “Sayangi, Hormati, dan jagalah Anak didikmu, hargailah tingkah lakku mereka sebagaimana kamu memperlakukan anak turunmu. Beri mereka makanan dan pakaian hingga mereka dapat menjalankan syariat islam, dengan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.”[5]
               Sumbangan Wali Songo turut meliputi perkembangan bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Jawa. Sumbangan dalam bidang pendidikan ini dapat dibuktikan melalui pembinaan pesantren yang banyak di pelbagai kawasan. Pesantren ini merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia. Perkembangan lembaga pendidikan ini khususnya di Jawa mengalami masa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim atau digelar Spiritual Father, dalam masyarakatsantri Jawa dipandang sebagai guru tradisi yang memperkenalkan pesantren di Tanah Jawa.56 Beliau telah mendirikan pesantren pertama di Gresik yang melahirkan mubaligh Islam untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh Tanah Jawa. Sekiranya Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai perintis kepada sistem pondok pesantren, Ampel pula merupakan wali yang dianggap paling berjaya dalam mendidik ulama dan mengembangkan pesantren iaitu melalui pembinaan Ampel Denta.
            Selain itu, terdapat juga Wali Songo yang terlibat dalam memperkembangkan ajaran ilmu tasawuf seperti Sunan Bonang dan Syekh Siti Jenar. Pemikiran Sunan Bonang ini dapat dibuktikan melalui karyanya di dalam Suluk Sunan Bonang yang dapat ditentukan kegiatan pemikiran tersebut adalah antara tahun 1475 hingga 1525. Manakala, Sunan Giri pula telah memperkenalkan pelbagai permainan yang bertujuan untuk digunakan dalam mendidik kanak-kanak. Permainan yang berteraskan kepada pelajaran ini adalah sepertiJelungan,Jamuran,Ilir-il ir, Gendi Gerit dan Gula Ganti Misalnya, Ilir-ilir merupakan lagu yang mengajarkan seseorang agar optimis
               dalam melakukan amal kebaikan agar amal tersebut dapat diterima dan kesempatan hidup haruslah dimanfaatkan dengan melakukan amal tersebut. Sunan Giri juga merupakan wali telah mengarang ilmu Falak yang telah disesuaikan dengan prinsip- prinsip ilmu Falak Islam dan pemikiran orang Jawa serta memperkenalkan penggunaan kertas sebagai bahan tulis-menulis yang akhirnya membawa kepada perkembangan ilmu dan budaya.
             IV.      KESIMPULAN
         Dari pemaparan makalah di atas dapat di simpulkan bahwa Pesangtren berfungsi sebagai institusi pendidikan, yang merupakan wujud kesinambungan budaya hindu-budhayang di islamisasikan secara damai. Pada dasarnya  asal usul pesantren itu tidak terlepas dari sejarah pengaruh Walisongo, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia. Dan dengan kesabaran Walisongo yang telah mendidik masyarakat jawa dalam lingkungan pesantren. Dalam mendidik masyarakat Walisongo menggunakan pendekatan-pendekatan yang mudah di terima oleh masyarakat dan tidak njlimet.
         Pendekatan-pendekatan di antaranya adalah Modelling dalam hal ini Walisongo menjadi anutan para masyarakat para kaum santri tentu berkiblat pada guru besar dan para ulama’ dan pemimpin Muslimin, Nabi Muhammad SAW. Dan ajaran Al-Qur’an dan Hadist  sebagai  landasan umat muslim, pada dasarnya berkisar tenntang hubungan Tuhan dengan makhluk di bumi. Walisongo juga memberikan pendidikan yang tidak diskriminatif, yang terlembagakan dalam Tradisi Pesantren seperti Keshalehan sebagai cara hidup pesantren, seperti kesalehan sebagai cara hidup kaum santri, pemahaman, dan pengarifan terhadap budaya Lokal, Pendidikan Agama yang mudah di tangkap dan di laksanakan oleh para masyarakat, sehingga masyarakat yang mau mengikuti ajaran islam tidak akan enggan. Dalam pendekatan Kasih sayang seperti mendidik anaknya sendiri sehingga para anak didik akan merasa senang dan nyaman dalam belajar Agama Islam sehingga anak yang dalam belajar agama islam akan menjalankan Syariat Islam dengan baik.


                V.      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah sajikan, pemakalah sangat menyadari jika dalam penulisan ini banyak sekali kekurangan-kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah meminta kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membagun demi kesempurnaan makalah ini, Dan semoga dalam makalah ini dapat bermanfaat  bagi kita semua.  Amin..





DAFTAR PUSTAKA
Jamil, Abdul,Dkk, 2002, Islam & kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media
http://shedhu-shedhu.blogspot.com/2010/04/perkembangan-pendidikan-islam-dalam.html



[1] http://shedhu-shedhu.blogspot.com/2010/04/perkembangan-pendidikan-islam-dalam.html
[2] H. Abdul Jamil Dkk, Islam & kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002, hlm.232-240
[3]  Ibid, Hlm.214
[4]  Ibid, hlm.244
[5]  Ibid, Hlm. 244-245

By emil salim with No comments

0 komentar:

Posting Komentar