GOOD GOVERNANCE
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Drs. H. Choirul Anwar, M.Ag

Disusun Oleh :
Emil Salim 073211029
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
GOOD
GOVERNANCE
I.
PENDAHULUAN
Tata
kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep yang
akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi
politik . Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminology
demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan
pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa lalu, konsep
good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. [1]
Wacana
good governance ini seringkali dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan
pemerintah yang akuntabel, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Kemunculan wacana ini tak lain adalah sebuah kritik terhadap pengelolaan
pemerintahan orde baru yang sarat dengan KKN sehingga berakhir dengan krisis
ekonomi yang berkepanjangan.[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini kami akan
membahas seputar pengertian, prinsip, dan unsure-unsur yang berkaitan dengan
good governance dengan ururan pembahasan sebagai berikut :
A. Pengertian
good governance
B. Prinsip-prinsip
pokok good governance
C. Hubungan
antara good governance dengan kontrol sosial
D.
Gerakan anti
Korupsi, Kolusi dan nepotisme
E.
Hubungan
antara good governance dan kinerja birokrasi pelayanan publik
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Good Governance
Secara
umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki
pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara
kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan
yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good
governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.[3]
B.
Prinsip-prinsip
Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan
aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1.
Partisipasi
(participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara
konstruktif.
2.
Penegakan
Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan
perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum.
Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Santoso
menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance, harus diimbangi
dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter sebagai
berikut :
a.
Supremasi
hukum
b.
Kepastian
hukum
c.
Hukum yang
responsitif
d.
Penegakan
hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e.
Independensi
peradilan
3.
Transparansi
(transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang
menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi
ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi
yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan
transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8
(delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
a.
Penetapan
posisi, jabatan dan kedudukan
b.
Kekayaan
pejabat publik
c.
Pemberian
penghargaan
d.
Penetapan
kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.
Kesehatan
f.
Moralitas
para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.
Keamanan dan
ketertiban
h.
Kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.
Responsif
(responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami
kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan
keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan
strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5.
Konsesus
(consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus
dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
6.
Kesetaraan
(equity)
Clean vand good governance juga harus didukung dengan asa
kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus
diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di
Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk,
baik etnis, agama, dan budaya.
7.
Efektivitas
dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki
makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik
oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam
konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya
kelompok dan lapisan sosial.
8.
Akuntabilitas
(accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni
akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus
mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih
tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban
pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.
9.
Visi
Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk
masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga
profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga
yang dipimpinnya.[4]
C.
Hubungan
Antara Good Governance dan Kontrol Sosial
Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga
pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat terhadap jalannya
pengelolaan lembaga pemerintahan. Kontrol masyarakat akan berdampak pada tata
pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean goverment) serta bebas dari KKN. Untuk itu, dapat
dilakukan beberapa prioritas program, yakni :
1.
Penguatan
Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2.
Kemandirian
Lembaga Peradilan
3.
Profesionalitas
dan Integritas Aparatur Pemerintah.
4.
Penguatan
partisipasi Masyarakat Madani
5.
Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat dalam kerangka Otonomi Daerah.[5]
Tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi
yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan
peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh 3 (tiga) komponen,
yakni pemerintah (goverment), masyarakat madani (civil society), dan usahawan
(businnes) yang berada di sektor swasta.
Ketiga komponen itu harus memiliki tata hubungan yang sesederajat, jika
tidak maka akan terjadi pembiasan dari tata kepemerintahan yang baik tersebut.[6]
D.
Gerakan Anti
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
1. Makna Korupsi
Korupsi adalah suatu permasalahan besar yang merusak
keberhasilan pembangunan nasional. Hasil survei persepsi publik mengenai
Political and Ekonomic SurveyRisk Consultancy (PERC) sejak 1998-2005
menempatkan Indonesia pada posisi yang buruk dalam hal korupsi. PERC
berpandangan bahwa maslah korupsi di Indonesia dapat terus memburuk tetapi
itul;ah yang terjadi. Seluruh hukum nasional berantakan, sehingga pengadilan
tidak mampu menawarkan perlindungan.
Sedangkan
makna korupsi sendiri, banyak pakar yang telah mendeskripsikannya, dan dari
definisi-definisi yang ada menjelaskan bahwa korupsi adalah memperoleh
keuntunag beasr dengan mengorbankan orang lain. Menurut Kartini Kartono,
korupsi adalah tingakah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mengeruk kepentingan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB) mendefinisikan korupsi sebagai
tindakan yang merugikan masyarakat umumdan masyarakat luas demi kepentinagn
pribadi atau kelompok tertentu.
2. Asal Muasal Korupsi di Negara Berkembang
Di negara berkembang khususnya Indonesia, korupsi menjadi
fenomena kolosal setelah diberlakukannya politik tanam paksa oleh penjajah
Belanda pada abad 18 yang menyebabkan kemelaratan yang sanagt akut dan meluas.
Beberapa hal yang menjadi akar masalah terjadinya korupsi antara lain :
Pertama,
kemiskinan. Kemiskinan telah menjadi sebuah mekanisme yang membuat korupsi
menjadi sesuatu yang lumrah. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah mau
melakukan apa saja demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk menjadikan
keluarganya selamat. Adapun korupsi yang berlatar belakang kemiskinan dapat
dikatakan berasal dari kebutuhan.
Kedua,
kekuasaan. Kekuasaan sering membuat orang berlaku semena-mena, tidak
mengindahkan peraturan, dan mengambil keuntungan dengan kekuasaan yang
diraihnya. Kecenderungan semacam ini mendapat justifikasi dari Lord Action
dengan ungkapan yang sangat terkenal “power tends to corrupt”.
Ketiga,
budaya. Dari hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru besar Universitas
Waseda Jepang mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan
sistem keluarga besar, yakni sebuah masyarakat yang mempunyai nilaibahwa
kesuksesan seorang anggota keluarga haruslah dinikmati oleh seluruh anggota
keluarga besar itu. Akibatnya, masyarakat Indonesia hanya berorientasi mengejar
uang untukmemperkaya diri semata dan tidak pernah berpikir untuk jangka
panjang.
Alasan
keempat adalah ketidak tahuan, yang merupakan alasan yang paling mudah dicap
sebagai mengada-ada.
Alasan
kelima, rendahnya kualitas moral suatu masyarakat. Kualitas moral ini
ditentukan oleh beberapa hal di antaranya kemiskinan, kualitas pendidikan, dan
pengaruh media massa modern.
Alasan
keenam, lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara. Banyak lembaga-lembaga
birokrasi pemerintah yang tidak ditata sedemikian rupa untuk memberikan
intensifitas yang memadai sehingga mendorong pegawai menjadi korup dan
mekanisme interaksi di antara lembaga-lembaga yang menuntut adanya “suap”.
Alasan
ketujuh, korupsi terjadi karena telah menjadi penyakit bersama yang dapat
dengan cepat menular dari suatu kawasan ke kawasan yang lain.[7]
3. Impak Korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari perilaku korupsi yaitu
:
a.
Tindak
korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
pemerintah.
b.
Korupsi
dapat mengurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta
c.
Korupsi
merusak mental para aparat pemerintah
d.
Korupsi
menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas
e.
Korupsi
dalam pemerintah menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan
4. Strategi Pemberantasan Korupsi
Jeremy
Pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan control
kepada dua unsure paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang
korupsi; kedua, keinginan korupsi. Ia mengatakan, korupsi terjadi jika peluang
dan keinginan ada dalam waktu yang bersamaan. Karena itu dua hal itulah yang
perlu dikontrol. Mekanisme penanggulangan korupsi dapat di uraikan sebagai
berikut :
a.
Dari sis
politik yaitu adanya political will dan political action dari pejabat Negara
dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk
melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan perilaku dan tindak
pidana korupsi.
b. Penegakan
hukum secara adil
c. Membangun
lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi
d. Membangun
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktek good
and clean governance.
e. Memberikan
pendidikan anti korupsi, baik formal maupun non formal
f. Gerakan
religiusitas[8]
E. Good Governance dan Kinerja Birokrasi
Pelayanan Publik
1. Hakikat Kinerja Birokrasi Publik
Salah
satu tugas pokok terpenting pemerintah adalah memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. Pelayanan publik merupakan pemberian jasa oleh pemerintah,
pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau
kepentingan masyarakat.
Menurut
Agus Dwiyanto, ada 3 alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis
untuk memulai mengembangkan dan penerapan good governance di Indonesia.
a.
Pelayanan
publik selama ini menjadi ranah dimana negara diwakili pemerintah berinteraksi
dengan lembaga non pemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan
mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
b.
Pelayanan
publik adalah ranah dimana aspek good governance dapat diartikulasikan secara
mudah
c.
Pelayanan
publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah,
masyarakat, dan mekanisme pasar.
Tujuan utama pembentukan organisasi publik / birokrasi
yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentinag dan pelayanan publik.
Kinerja birokrasi tersebut dinyatakan berhasil jika mampu mewujudkan tujuan
yang dimaksud. Beberapa konsep yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur
kinerja organisasi publik adalah responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas,
kepuasan pelanggan, produktivitas kerja pegawai, financial return yang memadai,
efektif serta efisien.
Kinerja
birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen
indikator sebagai berikut :
a.
Indikator
masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu
menghasilkan produknya.
b.
Indikator
proses (process) yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan
dengan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan.
c.
Indikator
keluaran (out put) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung tercapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik atau non fisik.
d.
Indikator
hasil (outcomes) yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan pada jangka menengah.
e.
Indikator
manfaat (benefit) yaitu sesuatu yang berkaitan dengan tujuan akhir pelaksanaan
kegiatan.
f.
Indikator
dampak ( impacts) yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif ataupun negatif
pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah diterapkan[9]
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Birokrasi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja birokrasi antara lain :
a.
Managemen
organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan demokrasi
b.
Budaya kerja
dan organisasi pada birokrasi
c.
Kualitas
sumber daya manusia yang dimilik birokrasi
d.
Kepemimpinan
birokrasi yang efektif
e.
Koordinasi
kerja pada birokrasi
Dari beberapa faktor di atas, faktor sumber daya manusia merupakan unsur
terpenting dalam rangka perbaikan kerja birokrasi.
IV.
KESIMPULAN
Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan
administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan
tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien,
responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta
transparan.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
sesuai dengan cita-cita good governance, seluruh mekanisme pengelolaan negara
harus dilakukan secara terbuka.
Dalam menciptakan tata kepemerintahan yang baik penyakit
yang senantiasa merusak dan menggerogotinya ialah korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Oleh karena itu, sangatlah diperlukan kontrol sosial yang
terdiri dari tiga komponen, yaitu, pemerintah, masyarakat madani, dan pebisnis
sektor swasta. Selain itu, dapat dilakukan beberapa prioritas program, yakni :
Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan, kemandirian lembaga peradilan,
profesionalitas, dan integritas aparatur pemerintah, dan penguatan partisipasi
masyarakat madani.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, apabila ada kesalahan atau
kekeliruan dalam penulisan makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya dan
sudilah kiranya untuk memberikan kritik dan saran demi menyempurnakan penulisan
makalah ini.
Daftar Pustaka
Thoha, Miftah, 2010. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta :
PT. Rajagrafindo Persada
Ubaidillah, A. dan Rozaq, Abdul, 2007. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah
[1] Prof. DR. Miftah Thoha, MPA., Birokrasi
& Politik di Indonesia, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2010),
cet. VII, hlm. 61
[2] A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm.
215
[3] A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Op. Cit,
hlm. 216-216
[4] Ibid, hlm. 218-228
[5] Ibid, hlm. 228-230
[6] Prof. DR. Miftah Thoha, MPA, Op Cit.
Hlm. 63
[7] Abdul Rozaq dan A. Ubaedillah, Op Cit.
Hlm. 234-235
[8]
Ibid, hlm. 239
[9]
Ibid, hlm. 242-244